Film
Karya Siswi MAN Bangil, Juarai Film Dokumenter Nasional
Oleh : Muhammad Imron, Bangil
Ketiga
siswi yang menjadi kreator film tersebut, diantaranya yaitu; Putri Novita
Firdaus, siswi kelas XI IPS 2, kemudian Evi Zuhrotul Aini dari kelas XI IPA 3,
serta Novita Sari yang masih duduk di bangku kelas XI Bahasa.
Ditemui
Kabarpas.com di sekolahnya yang terletak di Jalan Balai Desa Gelanggang No. 3A
Beji, Pasuruan, Senin (24/11/2014) kemarin. Raut muka ketiga kreator film itu
tampak sumringah. Maklum, mereka baru pertama kali ini mengikuti kontes yang
digelar setiap tahun dan diikuti oleh kreator muda film dokumenter dari seluruh
Indonesia.
“Alhamdulillah,
senang sekali bisa jadi jawara dalam kontes ini. Sebab sebelumnya kami tidak
pernah mengira kalau film yang kami buat ini bisa jadi film terbaik. Sebab
perjuangan membuat film ini sangat luar biasa. Yakni, mulai dari ditolak oleh
beberapa orang di lokasi syuting, sampai dengan waktu pembuatan film yang cukup
lama,” ucap Putri yang kemudian diamini oleh kedua rekannya tersebut.
Putri
menjelaskan, bahwa dalam film berdurasi 8 menit itu, mereka mengangkat cerita
realita kehidupan masyarakat, yaitu tentang pernikahan dini yang melekat dengan
nikah sirri di Desa Oro-Oro Bulu, Kecamatan Rembang, kabupaten setempat.
“Waktu
itu sebelumnya kami mengajukan proposal yang berisikan mengenai perjuangan
seorang perempuan yang berjuang untuk melawan pernikahan dini di desa
tersebut,” ucap Putri yang bertugas menjadi produser dalam film ini.
Ia
menambahkan, bahwa sosok perempuan yang digambarkan dalam film itu bernama Emy
(18), salah satu warga Desa Oro-Oro Bulu yang ingin melanjutkan pendidikannya
hingga bangku menengah atas.
Akan
tetapi, Emy harus menghadapi tradisi dan budaya masyarakat Rembang yang tak
pernah membiarkan seorang anak gadis menikah di atas 18 tahun. “Kebetulan Si
Emy itu kami kenal dari ustadzah Fauziah yang mengajar Kajian Kitab Klasik di
sekolah kami, dan kebetulan juga warga Rembang,” imbuhnya.
Lebih
lanjut, ia menceritakan, bahwa sosok Emy sendiri adalah salah satu murid beliau
yang ingin terus melanjutkan sekolah, sampai-sampai rela kabur dari rumahnya
demi menempuh jalur pendidikan Kejar Paket C.
Hanya
saja, ending of the story atau akhir cerita tersebut adalah adanya sebuah
dilema besar yang dialami tokoh dalam film ini. Yakni, antara menuruti perintah
orang tuanya agar segera menikah, atau membiarkan hati nuraninya yang bicara,
untuk tetap melanjutkan sekolah. “Akhir cerita, Si Emy akhirnya hanya bisa
pasrah dengan lebih memilih menuruti perintah ayah dan ibunya, ketimbang
melanjutkan sekolahnya,” imbuhnya.
Di
sisi lain, pembuatan film ini Kata Putri bukanlah hal yang mudah. Sebab kata
Putri, ia dan rekan-rekannya harus terlebih dulu berhadapan dengan sejumlah
warga di lokasi syuting yaitu di Desa Oro-Oro Bulu, yang sempat menolak dan
tidak memberikan ijin pembuatan film ini di desa setempat.
“Awalnya
kami sempat dilarang untuk mengambil gambar di lokasi. Padahal itu kami sudah
ijin secara baik-baik. Namun, masih saja tidak dikasih,” kenang Putri yang
memiliki cita-cita ingin jadi film maker tersebut.
Meski
demikian, Putri dan kedua rekannya itu tetap berusaha tak patah semangat. Hingga
pada akhirnya usaha mereka itu membuahkan hasil. “Setelah kami lakukan
pendekatan kepada sejumlah warga di sana (Oro-Oru Bulu. Red) akhirnya mereka
mengijinkan kami melakukan syuting film di sana,” ucapnya.
Setelah
satu per satu rintangan mereka hadapi. Ketiga siswi ini pun kemudian langsung
mengarap film tersebut, yang dilakukan sejak tanggal 16 Oktober hingga 26
Oktober lalu. Dalam pembuatan film ini sendiri, ketiganya membagi tugas. Yakni,
Putri sebagai produser, Evi sebagai kameramen dan editor film. Dan Novita
bertugas sebagai sutradaranya.
“Dalam
pembuatan film ini kami mendapatkan arahan dari crew Metro TV, baik dari proses
pengambilan gambar, hingga dalam proses editing film. Dan alhamdulillah,
ternyata hasilnya cukup memuaskan,” pungkas Putri sembari tersenyum. (***/uje).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar