Kamis, 01 Juni 2017

10. Film Karya Siswi MAN Bangil, Juarai Film Dokumenter Nasional

Film Karya Siswi MAN Bangil, Juarai Film Dokumenter Nasional


Oleh : Muhammad Imron, Bangil


 (Kabarpas.com) – TIGA siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bangil, Kabupaten Pasuruan ini, tak pernah mengira bahwa karya film mereka yang berjudul “Kembang Deso”, telah berhasil menjadi film terbaik dalam Eagle Junior Documentary Camp 2014, yang diselenggarakan oleh Eagle Institute Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Metro TV.

Ketiga siswi yang menjadi kreator film tersebut, diantaranya yaitu; Putri Novita Firdaus, siswi kelas XI IPS 2, kemudian Evi Zuhrotul Aini dari kelas XI IPA 3, serta Novita Sari yang masih duduk di bangku kelas XI Bahasa.

Ditemui Kabarpas.com di sekolahnya yang terletak di Jalan Balai Desa Gelanggang No. 3A Beji, Pasuruan, Senin (24/11/2014) kemarin. Raut muka ketiga kreator film itu tampak sumringah. Maklum, mereka baru pertama kali ini mengikuti kontes yang digelar setiap tahun dan diikuti oleh kreator muda film dokumenter dari seluruh Indonesia.

“Alhamdulillah, senang sekali bisa jadi jawara dalam kontes ini. Sebab sebelumnya kami tidak pernah mengira kalau film yang kami buat ini bisa jadi film terbaik. Sebab perjuangan membuat film ini sangat luar biasa. Yakni, mulai dari ditolak oleh beberapa orang di lokasi syuting, sampai dengan waktu pembuatan film yang cukup lama,” ucap Putri yang kemudian diamini oleh kedua rekannya tersebut.

Putri menjelaskan, bahwa dalam film berdurasi 8 menit itu, mereka mengangkat cerita realita kehidupan masyarakat, yaitu tentang pernikahan dini yang melekat dengan nikah sirri di Desa Oro-Oro Bulu, Kecamatan Rembang, kabupaten setempat.

“Waktu itu sebelumnya kami mengajukan proposal yang berisikan mengenai perjuangan seorang perempuan yang berjuang untuk melawan pernikahan dini di desa tersebut,” ucap Putri yang bertugas menjadi produser dalam film ini.

Ia menambahkan, bahwa sosok perempuan yang digambarkan dalam film itu bernama Emy (18), salah satu warga Desa Oro-Oro Bulu yang ingin melanjutkan pendidikannya hingga bangku menengah atas.

Akan tetapi, Emy harus menghadapi tradisi dan budaya masyarakat Rembang yang tak pernah membiarkan seorang anak gadis menikah di atas 18 tahun. “Kebetulan Si Emy itu kami kenal dari ustadzah Fauziah yang mengajar Kajian Kitab Klasik di sekolah kami, dan kebetulan juga warga Rembang,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menceritakan, bahwa sosok Emy sendiri adalah salah satu murid beliau yang ingin terus melanjutkan sekolah, sampai-sampai rela kabur dari rumahnya demi menempuh jalur pendidikan Kejar Paket C.

Hanya saja, ending of the story atau akhir cerita tersebut adalah adanya sebuah dilema besar yang dialami tokoh dalam film ini. Yakni, antara menuruti perintah orang tuanya agar segera menikah, atau membiarkan hati nuraninya yang bicara, untuk tetap melanjutkan sekolah. “Akhir cerita, Si Emy akhirnya hanya bisa pasrah dengan lebih memilih menuruti perintah ayah dan ibunya, ketimbang melanjutkan sekolahnya,” imbuhnya.

Di sisi lain, pembuatan film ini Kata Putri bukanlah hal yang mudah. Sebab kata Putri, ia dan rekan-rekannya harus terlebih dulu berhadapan dengan sejumlah warga di lokasi syuting yaitu di Desa Oro-Oro Bulu, yang sempat menolak dan tidak memberikan ijin pembuatan film ini di desa setempat.
“Awalnya kami sempat dilarang untuk mengambil gambar di lokasi. Padahal itu kami sudah ijin secara baik-baik. Namun, masih saja tidak dikasih,” kenang Putri yang memiliki cita-cita ingin jadi film maker tersebut.

Meski demikian, Putri dan kedua rekannya itu tetap berusaha tak patah semangat. Hingga pada akhirnya usaha mereka itu membuahkan hasil. “Setelah kami lakukan pendekatan kepada sejumlah warga di sana (Oro-Oru Bulu. Red) akhirnya mereka mengijinkan kami melakukan syuting film di sana,” ucapnya.

Setelah satu per satu rintangan mereka hadapi. Ketiga siswi ini pun kemudian langsung mengarap film tersebut, yang dilakukan sejak tanggal 16 Oktober hingga 26 Oktober lalu. Dalam pembuatan film ini sendiri, ketiganya membagi tugas. Yakni, Putri sebagai produser, Evi sebagai kameramen dan editor film. Dan Novita bertugas sebagai sutradaranya.


“Dalam pembuatan film ini kami mendapatkan arahan dari crew Metro TV, baik dari proses pengambilan gambar, hingga dalam proses editing film. Dan alhamdulillah, ternyata hasilnya cukup memuaskan,” pungkas Putri sembari tersenyum. (***/uje).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar